SIBER77.ID, Jakarta – Indonesia belakangan ini menghadapi tantangan, antara lain swasembada pangan, sandang yang berkepribadian dan papan yang laras dengan alam dan kearifan lokal. Maka untuk ikut menjawab tantangan mendasar tersebut, Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2023 pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Medan, Februari 2023, fokus pada bupati dan wali kota yang inovatif pada pangan, sandang, dan papan yang berbasis informasi dan kebudayaan (kearifan lokal).
” Sejak Anugerah Kebudayaan digelar pertama kali pada peringatan HPN 2016 di Lombok. Kemudian berlanjut pada HPN 2020 Banjarmasin, HPN 2021 Jakarta, dan HPN 2022 Kendari kami mengangkat tema yang aktual dengan tantangan bangsa. Kali ini kami mengangkat tema 'Inovasi pangan, sandang dan papan, berbasis informasi dan kebudayaan (kearifan lokal)',” tutur Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesi (PWI) Pusat Atal.S. Depari selaku Penanggung Jawab HPN 2023 yang akan digelar di Medan, Sumatera Utara.
Pers sebagai pilar keempat demokrasi, tandas Atal, bertanggungjawab turut mencerdaskan dan memajukan bangsanya. Tidak terbatas pada aspek ekonomi dan politik semata, melainkan semua aspek berbangsa dan bernegara, termasuk kebudayaan. Dengan latar belakang itulah, Anugerah Kebudayaan PWI Pusat digelar.
Atal mengundang para bupati/ wali kota di seluruh tanah air, yang selama ini telah berhasil melakukan berbagai inovasi di bidang pangan, sandang dan papan, untuk mengikuti program kultural ini. Sehinga bisa menginspirasi, kita semua dalam mewujudkan swasembada pangan, sandang yang berkepribadian, dan papan (bangunan/perumahan) yang laras dengan alam dan kearifan lokal.
Tidak Berurusan dengan KPK
Ketua Pelaksana Anugerah Kebudayaan PWI Yusuf Susilo Hartono menambahkan, syarat utama bupati/ wali kota yang bisa mengikuti program ini adalah bupati / wali kota yang masih aktif. Tidak sedang berurusan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Masa kerjanya belum habis pada saat Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2023 berlangsung hingga puncak 9 Februari 2023.
Syarat lainnya, mendaftarakan diri dengan mengirimkan proposal dan video, atas salah satu dari tiga sub tema yang ada. Yakni 1) Inovasi Pangan Berbasis Kearifan Lokal, dan Informasi Global, Menuju Swasembada. 2) Inovasi Sandang yang Berkepribadian, Berbasis Kearifan Lokal, dan Informasi Global. 3) Inovasi Papan Berbasis Kearifan Lokal, Keselarasan dengan Alam dan Informasi Global.
“Yang dimaksud Inovasi adalah reka baru atau inovasi dapat diartikan sebagai proses dan/atau hasil pengembangan pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk, proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan,” urai Yusuf.
Terkait dengan sub tema pangan ia menjelaskan bahwa produk pangan lokal Indonesia sangat melimpah. Akan tetapi kita terfokus beras, sehingga bergantung pada impor. Padahal kalau kita mau menyadari bahwa setiap daerah memiliki kearifan lokal dalam keragaman pangan, dan mau melakukan inovasi dengan teknologi dan informasi, maka beragam produk industri pangan lokal tersebut, sangat potensial mewujudkan kemandirian pangan suatu daerah atau negara. Dengan sendirinya akan mempercepat tercapainya ketahanan dan swasembada pangan nasional.
Adapun sub tema sandang, menyangkut pada sandang bukan sekedar pakaian penutup tubuh akan tetapi pakaian sebagai nilai dan identitas individu, kedaerahan dan kebangsaan. Dalam mewujudkan sandang sebagai ekspresi nilai dan identitas tersebut, banyak daerah mengembangkan desain motif, menaman (kembali) berbagai pohon untuk pewarnaan alami, sekaligus menghijauakan lingkungan, hingga melakukan berbagai inovasi terkait industri sandang: mulai dari produksi, marketing, pemasaran, hingga penjualan, secara luring maupun daring. Dan pemerintah pun berkomitmen mewujudkan kedaulatan sandang, melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI).
Sub tema papan, menekankan basis kearifan lokal, keselarasan dengan alam dan informasi global. Hal ini agar, pada jaman yang terus berubah, per(rumah)an, per(kantor)an, per(hotel)an, per(sekolah)an, tempat ibadah, pasar dan lain-lain, tidak semata fungsional dan “ngetren”, melainkan tetap menjadi jiwa bagi penghuni, daerah, hingga bangsa. Inovasi arsitektur modern yang “menusantara” dan kebijakan yang mengutamakan identitas dan kearifan lokal, laras dengan lingkungan alam, merupakan sebuah jalan keluar.
Proposal, Video, dan Sosialisasi
Proposal sepanjang 25 halaman tersebut di atas, tidak termasuk lampiran peraturan daerah terkait dan Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). Didukung visualisasi video dengan durasi 7-10 menit. Berkas dikirim ke panitia Anugerah Kebudayaan PWI Pusat melalui email : [email protected]. Paling lambat 1 November 2022.
Sistematika proposal dan video, akan dijelaskan pada saat sosialisasi via zoom meeting, pada Jumat, 19 Agustus 2022, pukul 14.00 – 16.00 WIB. Oleh nara sumber Ketua Umum PWI Pusat, dan Ketua Pelaksana Anugerah Kebudayaan PWI Pusat. “Soalisasi terbuka untuk para pengurus PWI Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta kepala-kepala dinas kabupaten/kota yang mewakili kepala daerah masing-masing,” tutur Yusuf seraya menambahkan bahwa pengurus PWI daerah diharapkan terlibat sejak dalam proses pendaftaran, hingga penerimaan penghargaan (bagi yang terpilih oleh Tim Juri).
Tim Juri Anugerah PWI Pusat 2023, terdiri dari para wartawan senior, akademisi, budayawan, pengamat seni-budaya, pengurus PWI Pusat, yang selama ini telah menjadi juri tetap, dan telah mengawal jalannya anugerah tersebut.
Sejak digelar pertama kali tahun 2016 sampai sekarang, sebanyak 36 kepala daerah yang pernah menerima penghargaan Anugerah Kebudayaan PWI Pusat antara lain Ridwan Kamil (saat menjadi Wali Kota Bandung), Abdullah Azwar Anaz (saat menjadi Bupati Banyuwangi), Umar Ahmad (saat menjadi Bupati Tubaba), Airin Rachmi Diany (saat menjadi Wali Kota Tangsel), Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani, Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari, Bupati Magetan Suprawoto, Bupati Lamongan Yuhronur Effendi, dan Bupati Indramayu Nina Agustina. (*)